Pengangkutan Kayu Rakyat




PENGANGKUTAN KAYU RAKYAT

     Pada dasarnya tata cara pengakutan Kayu Rakyat diatur dalam Peraturan Mentri Kehutanan P51/menhut-II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul Kayu (SKAU) Untuk Pengangkutan Kayu yang Berasal dari Hutan Hak dan P33/Menhut-II/2007 tentang Daftar Jenis-jenis Kayu Bulat Rakyat atau Kayu Olahan Rakyat yang pengakutannya menggunakan SKAU.Bila ingin tau isi dari peraturan tersebut silahkan download di www.dephut.go.id atau langsung di P51/menhut-II/2006 dan P33/Menhut-II/2007 Cara Pengakutan Kayu Rakyat secara singkat begini :

1. Sebelum kayu di kebun /lokasi di tebang pemohon datang ke kepala desa setempat dengan membawa berkas :
     - Sertifikat hak milik atau leter C girik, atau surat keterangan lainya.
     - Sertifikat Hak Pakai.
     - Surat dokumen lainnya yang diakui sebagai bukti penguasaan tanah atau bukti
        kepemilikan tanah.
2. Kepala
Desa akan mengecek lokasi atau meninjau dimana kebun bapak.
3.
Setelah di cek Kepala Desa akan mengeluarkan surat ijin tebang,
    bila lengkap dan sah.yang berisi jenis dll.
4.
Lakukan penebangan.
5.
Pengukuran dan penetapan jenis dilakukan oleh Kepala Desa.
6.
Kepala Desa menerbitkan Surat Keterangan Asal Usul Kayu (SKAU).
7. Pengakutan dengan alat angkut Truk misalnya.

     Prinsipnya Kepala Desa menerbitkan SKAU sebagai dokumen angkutan kayu , didalam SKAU telah tercantum Tujuan Kemana pengirimnya, Alat Angkutnya, Waktunya dll.udah deh beres ….
     Pada dasarnya untuk kayu rakyat atau yang berasal dari Hutan Hak/Rakyat tidak di pungut pajak kecuali dari Hutan Negara di pungut pajak (PSDH dan DR)
tapi… biasanya masing daerah ada aturan masing dari
Pemerintah Daerah atau Perda yang mengatur pajak dan retribusi, tapi nggak mahal kok.
     Kepala Desa hanya menerbitkan SKAU yang jenis kayaunya tercantum di P33 Tahun 2007 yaitu :
1. Akasia (Acasia sp) Kelompok akasia.
2. Asam Kandis (Celebium dulce).
3. Bayur (Pterospermum javanicum). Hanya berlaku untuk Provinsi Sumatera
Barat
4. Durian (Durio zibethinus).
5. Ingul/Suren (Toona sureni).
6. Jabon/Samama (Anthocephalus sp).
7. Jati (Tectona grandis) Tidak berlaku untuk Provinsi Banten,
Jawa Barat,
    Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Sulawesi Tenggara, NTT dan NTB.
8. Jati Putih (Gmelina arborea).
9. Karet (Hevea braziliensis).
10. Ketapang (Terminalia catappa).
11. Kulit Manis (Cinamomum sp).
12. Mahoni (Swietenia sp) Tidak berlaku untuk Provinsi Banten,
Jawa Barat,
     Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, NTT dan NTB.
13. Makadamia (Makadamia ternifolia).
14. Medang (Litsea sp). Hanya berlaku untuk Provinsi Sumatera
Barat
15. Mindi (Azadirachta indika).
16. Kemiri (Aleurites mollucana sp). Hanya berlaku untuk Provinsi Sumatera
Utara
17. Petai
(Parkia javanica).
18. Puspa
(Schima sp).
19. Sengon
(Paraserianthes falcataria).
20. Sungkai
(Peronema canescens).
21. Tarok
(Arthocarpus elasticus). Hanya berlaku untuk Provinsi Sumatera Barat

Thank’s To http://karmidi.blogspot.com/

Macam-Macam Hutan


MACAM-MACAM HUTAN

    Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. (Pasal 1 angka 2 UU No. 41 tahun 1999) jadi jika hanya lahan yang didominasi oleh pepohonan belum tentu hutan, bisa saja hanya kebun.
     Kita sering mendengar kata-kata Hutan Larangan, Hutan Rimba, Hutan Lindung dsb; karena jumlahnya cukup banyak dan sulit untuk menghapalnya saya mencoba merefrensi macam-macam hutan yang diberi nama, makna dan tercatat secara autentik dalam peraturan perundang-undangan.

1. Kawasan Hutan :
Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 
(Pasal 1 angka 3 UU No. 41 tahun 1999)

2. Hutan Negara :
Hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. 
(Pasal 1 angka 4 UU No. 41 tahun 1999)

3. Hutan Hak :
Hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. 
(Pasal 1 angka 5 UU No. 41 tahun 1999)

4. Hutan Adat :
Hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
(Pasal 1 angka 6 UU No. 41 tahun 1999)

5. Hutan Produksi :
Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 
(Pasal 1 angka 7 UU No. 41 tahun 1999)

6. Hutan Lindung : 
Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. (Pasal 1 angka 8 UU No. 41 tahun 1999)

7. Hutan Konservasi :
Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
(Pasal 1 angka 9 UU No. 41 tahun 1999)

8. Kawasan Hutan Suaka Alam :
Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 
(Pasal 1 angka 10 UU No. 41 tahun 1999)

9. Kawasan Hutan Pelestarian Alam :
Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 
(Pasal 1 angka 11 UU No. 41 tahun 1999)

10. Taman Buru :
Kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu. 
(Pasal 1 angka 12 UU No. 41 tahun 1999)

11. Kawasan Suaka Alam :
Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 
(Pasal 1 angka 9 UU No. 5 tahun 1990)

12. Cagar Alam :
Kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. 
(Pasal 1 angka 10 UU No. 5 tahun 1990)

13. Suaka Margasatwa :
Kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. 
(Pasal 1 angka 11 UU No. 5 tahun 1990)

14. Cagar Biosfer :
Suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan. 
(Pasal 1 angka 12 UU No. 5 tahun 1990)

15. Kawasan Pelestarian Alam :
Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 
(Pasal 1 angka 13 UU No. 5 tahun 1990)

16. Taman Nasional :
Kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. 
(Pasal 1 angka 14 UU No. 5 tahun 1990)

17. Taman Hutan Raya :
Kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. 
(Pasal 1 angka 15 UU No. 5 tahun 1990)

18. Taman Wisata Alam :
Kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata 
dan rekreasi alam. 
(Pasal 1 angka 16 UU No. 5 tahun 1990)

19. Hutan Tanaman Industri (HTI) :
Hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. 
(Pasal 1 angka 18 PP No. 6 Tahun 2007)

20. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) :
hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. 
(Pasal 1 angka 19 PP No. 6 Tahun 2007)

21. Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi (HTHR) :
Hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan. 
(Pasal 1 angka 20 PP No. 6 Tahun 2007)

22. Hutan Kemasyarakatan :
Hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. 
(Pasal 1 angka 23 PP No. 6 Tahun 2007)

23. Hutan Desa :
Hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. 
(Pasal 1 angka 24 PP No. 6 Tahun 2007)

24. Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) :
Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kehutanan. 
(Pasal 1 angka 2 Permenhut No: P. 50/Menhut-II/2009)

25. Hutan Produksi Tetap (HP) :
Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai dibawah 125, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru. 
(Pasal 1 angka 3 Permenhut No: P. 50/Menhut-II/2009)

26. Hutan Produksi Terbatas (HPT) :
Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.

27. Hutan Tetap :
Kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap. 
(Pasal 1 angka 7Permenhut No: P. 50/Menhut-II/2009)

Thank’s To http://blogmhariyanto.blogspot.com
Go... Blog ^^. Diberdayakan oleh Blogger.